Pelantikan kian dekat, dan Prabowo Subianto perlu segera memilih orang dekat. Kursi menteri memang hak prerogatif Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih. Namun dalam menggunakan hak prerogatifnya, Prabowo tidak bisa menggunakan kehendaknya sendiri.

Jabatan presiden yang ia raih adalah kerja banyak pihak. Partai Gerindra miliknya tak bisa mengajukan sendiri, kemudian berkongsi dengan Golkar, Demokrat, PAN, PSI, dan PBB.

Prabowo juga mengajak Gibran Rakabuming Raka, yang membuatnya mendapat restu Jokowi. Belum lagi elemen kelompok lain seperti purnawirawan jenderal, relawan, akademisi, profesional yang ikut membantu. Mesin politik banyak pihak inilah yang berhasil meraih kemenangan. Prabowo perlu memastikan terbagi adil dan dapat diterima semua pihak.

Tim internal Prabowo tengah menghitung jatah kursi menteri sesuai dengan kontribusinya terhadap pemenangan. Ada beberapa variabel: 1) Jumlah kursi di DPR, 2) Soliditas pemilih parpol ke suara Prabowo-Gibran.

Jumlah kursi di DPR penting untuk memastikan stabilitas politik di pemerintahan. Koalisi parpol Prabowo Gibran yang sudah lebih dari 50 persen cenderung mampu mengamankan. Perilehan suara parpol koalisi Prabowo Gibran secara berurutan adalah Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN.

Belum lagi bergabungnya beberapa partai seperti NasDem dan PKB. Meski keduanya adalah rival di Pilpres 2024, nilai kursi kedua partai terap dipertimbangkan meski punya nilai lebih rendah dari pendukung lama.

Cara penghitungan lain adalah dengan melihat kontribusi suara pendukung partai terhadap Prabowo - Gibran. Hal ini perlu karena tidak semua partai solid menyumbang suara Prabowo 100 persen. Data Indikator Indonesia menyebutkan hanya pendukung Gerindra yang sepenuhnya mendukung Prabowo

Misalnya menurut laporan Majalah Tempo, tim inti Prabowo menyebut bahwa penilih Golkar yang mendukung Prabowo - Gibran hanya 59 persen. Justru Demokrat memberi dukungan lebih optimal ke Prabowo - Gibran.

Sejauh ini kalkulasi kursi menteri adalah Golkar (5 kursi), Gerindra (5 kursi), Demokrat (3 kursi), PAN (3 kursi), PSI (1 kursi), PBB (1 kursi), Gelora (1 kursi). Partai yang menyusul seperti PKB mendapat 2 kursi dan NasDem 2 kursi.

Presiden Jokowi mendapat keistimewaan untuk menempatkan orang-orangnya. Sejauh ini, Jokowi menempatkan Tito Karnavian, Pratikno, Budi Gunawan, dan Erick Thohir. Sementara profesional lain seperti Rosan Roeslani juga masuk.

Sebagai komitmen kesetiaan, Prabowo pernah berujar bahwa kursi menteri akan dipilih oleh Jokowi. Namun janji semacam itu tidak tertuang dalam hukum ketatanegaraan. Jika Prabowo punya pilihannya sendiri, tetap saja dibenarkan karena dilindungi UU.

Untuk daftar namanya, Prabowo tentu akan memilih nama-nama yang ia rasa cocok. Selalu ada orang partai lain yang begitu akrab dengan presiden terpilih. Hal ini terjadi dari zaman Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo.

Intervensi partai memang jelas. Seperti periode Jokowi, ketua umum partai mendapat kewenangan lebih dalam menentukan siapa saja kader yang layak berada di posisi menteri.

Misalnya saat Christina Eugenia Paruntu atau Tetty Paruntu mendapat undangan ke Istana Kepresidenan pada (21/10/2019). Tetty datang seperti semua orang yang datang di hari itu: mengenakan kemeja putih dan berjalan ke pintu depan. Semua orang yang mengenakan pakaian serupa dilantik menjadi menteri, kecuali Tetty.

Batalnya Tetty menjadi menteri karena belum lolos seleksi dari Golkar. Saat masuk ke istana, ia tidak bertemu Jokowi, melainkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Ketua Umum Airlangga Hartarto menyusul tak lama berselang. Ketiganya membahas keterlibatan Tetty di kasus korupsi distribusi pupuk yang melibatkan kader Golkar Bowo Sidik Pangarso. Karena belum jelas, Tetty batal bertemu presiden dan mendapat posisi menteri. Pengajuan nama Tetty hingga kegagalannya menunjukkan bagaimana ketum Parpol berperan.

Partai dan Prabowo kini tengah saling tarik ulur untuk menentukan siapa yang memegang kendali setiap kementerian.