Komeng melegenda sebagai salah satu pelawak terbaik yang pernah ada. Acara Spontan membuat namanya harum. Humor plesetannya terus relevan. Isengnya terus ditunggu, dan karyanya tak pernah berhenti meski komedi melahirkan generasi demi generasi. Ketika Pemilu 2024 riuh, ia tidak memanfaatkan popularitasnya seperti selebritis lain yang menjadi influencer pendukung salah satu capres.

Tapi di hari H pencoblosan, pemilik nama Alfiansyah ini mendadak muncul dengan wajah nyengirnya di kertas suara DPD Jawa Barat. Masyarakat terbelalak. Komeng tak pernah memasang baliho di daerah pemilihannya. Tak pernah pula ia berkampanye door to door seperi caleg lainnya.

Ketiadaan kampanye tak membuat Komeng nyungsep. Dalam kurun waktu hitungan menit kebingungan membuka kertas suara dan memindai 50 calon di DPD Jabar, wajah nyengir Komeng dikenali. Banyak orang memilihnya. Saat ini, Komeng mendapat suara terbanyak di DPD.

Komeng tidak sedang melawak, alih-alih ia menunjukkan kejeniusannya. Ia memanfaatkan dua hal penting dalam kampanye: keterkenalan dan stopping power visual design.

Sejatinya, pelawak adalah artis yang sangat mudah dikenal. Modal awal keterkenalan ini menjadi amat mudah menarik simpati massa.

Tak sedikit caleg pelawak yang mencalonkan diri. Bedu nyaleg lewat Gerindra di Dapil DKI Jakarta II. Narji lewat PKS. Qomar lewat PAN. Denny Cagur lewat PDIP. Keempatnya masih rutin melakukan kampanye, tapi suaranya juga tidak sefenomenal Komeng.

Ekspresi Komeng di kertas suara menjadi faktor kuncinya. Kertas suara DPD RI Jabar memiliki 54 calon. Pemilih dihadapkan pada 54 foto kandidat serta nama orangnya. Kalau sudah kenal salah satu mungkin tidak akan susah. Tapi menjadi masalah jika pemilih masih kebingungan.

Wajah Komeng amat menonjol dalam proses pemindaian. Komeng berhasil menerapkan teori stopping power.

Teori stopping power dalam desain visual mengacu pada kemampuan suatu elemen visual untuk menarik perhatian dan menghentikan pandangan pengguna. Elemen visual dengan stopping power yang tinggi akan membuat pengguna berhenti menggulir dan fokus pada elemen tersebut.

Di kertas suara, pemilih mengenali Komeng baik wajah maupun kelakuannya. Komeng tidak sedang menjadi orang lain hanya karena ia sedang berada di dunia lain yakni politik.